One Klik

Welcome

Senin, 07 Juni 2010

Kristologi Dalam Sejarah

KRISTOLOGI SEBELUM REFORMASI
 
1.Sampai Konsili Chalcedon
  • Kepercayaan mula-mula. Dalam literatur Kristen mula-mula, Kristus disebutkan sebagai Allah dan manusia, Anak Manusia juga Anak Allah. Ia dipercaya sebagai yang tanpa dosa dan merupakan tujuan penyembahan yang paling benar. Kesulitan teologis dan filosofis dari kemanusiaan dan keilahian Kristus belum terasa sampai saat ini.

  • Kaum Ebionit. Beberapa saat setelah itu terjadilah tekanan yang hebat dari monoteisme Yudaisme yang memberi banyak pengaruh kepada orang-orang Kristen mula-mula yang berlatar belakang Yahudi. Hal ini memicu lahirnya golongan “Ebionit” yang terpaksa menyangkal keilahian Kristus. Mereka menganggap-Nya sebagai manusia biasa, anak Yusuf dan Maria yang memperoleh kualitas-Nya setelah dibaptiskan menjadi Mesias oleh karena Roh Kudus turun ke atas-Nya.
  • Kaum Alogi. Dalam gereja mula-mula muncul juga kelompok lain yang doktrinnya mirip dengan kaum Ebionit yakni kaum Alogi. Mereka menolak doktrin Yohanes tentang Logos yang dianggapnya bertentangan dengan seluruh PB. Mereka juga menganggap Yesus hanyalah manusia biasa, walaupun secara ajaib dilahirkan oleh seorang perawan dan mereka mengajarkan bahwa Kristus turun ke atas Yesus pada saat baptisan, menyebabkan Dia memiliki kekuatan supranatural. Tokoh utama ajaran semacam ini adalah Paulus dari Samosata.

  • Kaum Gnostik. Secara historis, kalau ada golongan-golongan yang menekankan kemanusiaan Yesus saja, ada juga golongan-golongan yang menekankan keilahian-Nya saja. Gnostik salah satu di antaranya. Kaum Gnostik terpengaruh oleh konsep dualistik Yunani, di mana mereka menganggap bahwa materi adalah jahat dan merupakan lawan dari roh dan kedua hal ini tidak mungkin bersatu. Karenanya mereka menolak pengertian inkarnasi sebagai manifestasi Allah dalam bentuk yang dapat dilihat sebab inkarnasi mengharuskan kontak seacar langsung antara materi dan roh. Harnack mengatakan bahwa sebagian besar dari mereka menganggap Kristus adalah Roh, yang secara substansi setara dengan Bapa. Menurut sebagian dari kelompok ini, Ia turun ke atas seorang manusia yang bernama Yesus pada saat baptisan, dan meninggalkan Dia lagi sebelum peristiwa penyaliban, sedangkan menurut sebagian yang lain, Yesus hanya memiliki tubuh semu.
     
Catatan : Kaum Anti-Gnostik dan Bapa-Bapa Gereja dari Alexandria berusaha  mempertahankan keilahian Kristus, tetapi dalam usaha pembelaan ini mereka  tidak sepenuhnya terlepas dari kesalahan. Tertullian misalnya menyebutkan  bahwa Yesus lebih rendah dari Allah Bapa. Pernyataan Tertullian ini sebagai  tangga penghubung bagi Arianisme (Arian).
  • Arianisme (Arian).  Arianisme (yang dipelopori oleh Arian) membedakan antar Kristus dan Logos yang dilihat sebagai pikiran ilahi. Kristus disebut sebagai ciptaan yang ada secara pratemporal (sebelum waktu), bersifat melebihi manusia, ciptaan pertama dan bukan Allah.
    Catatan : Athanasius menentang Arian dan dengan kuat mempertahankan  pendapatnya bahwa Allah Putera setara secara substansi dan berasal dari esensi  yang sama dengan Allah Bapa. Pendapat ini secara resmi diterima oleh Konsili  Nicea tahun 321 yang dipelopori oleh Kaisar Konstantin. Pandangan Arianisme  ini muncul lagi dalam zaman modern dalam kelompok Saksi Yehuwa.
  • Menuju Konsili Chalcedon. Setelah keilahian Sang Putera ditetapkan dalam Konsili Nicea, timbullah persoalan baru yakni hubungan antara keilahian dan kemanusiaan-Nya. Pada saat ini muncullah berbagai pandangan seperti Apollinaris yang berpendapat bahwa Logos itulah roh Yesus, Theodore dari Mopsuestia dan Nestorius dari Konstantinopel yang mengatakan bahwa Logos itu hanya sekedar moral yang tinggal di dalam Yesus dan ini sama dan dinikmati oleh semua orang percaya, Cyrillius dari Alexandria maupun Eutycus yang mengatakan bahwa natur manusia Yesus diambil dari natur ilahi-Nya. Pandangan-pandangan ini menimbulkan perdebatan-perdebatan besar baik secara langsung maupun lewat surat-surat maupun buku-buku.
Pertikaian ini semakin memanas dengan diadakannya Konsili Efesus (tahun 431).  Cyrillius dan para pengikutnya juga mengadakan suatu muktamar/sidang sinode   dan mengutuk Nestorius. Sebagai reaksi, Nestorius pun menggelar suatu kontra- sinode yang menyerang kembali sinode Cyrillius. Persoalan-persoalan dan  pertikaian-pertikaian ini memicu munculnya konsili besar di Chalcedon (tahun  451), suatu kota yang terletak di pantai timur Bosphorus, berhadapan denagn  Konstantinopel. Konsili ini dikenal juga sebagai Konsili Oikumenis (KO) IV.  (KO I adalah Nicea-Konstantinopel, KO II adalah Konsili Efesus, KO III adalah  Sidang Sinode Cyrillius). Dalam KO IV ini terjadilah diskusi-diskusi yang  panjang dan sulit yang berlangsung di gereja Yunani yang akhirnya  mempertahankan kesatuan dalam pribadi Kristus dan dua natur yang ada dalam  diri-Nya. (Cerita lengkap tentang ini dapat dibaca dalam buku : Pengantar  Sejarah Dogma Kristen  karangan Bernhard Lohse, hal.115-126).

2.Setelah Konsili Chalcedon

Setelah Konsili Chalcedon selesai, masalah belumlah selesai. Mulai muncul masalah masalah baru. Salah satu di antaranya adalah menyangkut kepribadian Kristus.
  • Leontius berpendapat bahwa natur manusia Kristus bukanlah berpribadi (impersonal) melainkan berada dalam pribadi (inpersonal).
  • Yohanis dari damascus mengatakan bahwa terdapat hubungan yang terus menerus antara natur ilahi dan natur manusia Yesus. Ia cenderung merendahkan natur manusia Yesus sampai sekedar menjadi organ/alat bagi Logos dan yakin bahwa pribadi yang satu itu bertindak dan berkehendak dalam setiap natur walaupun kehendak manusiawi-Nya selalu berada di bawah kehendak ilahi.
  • Bishop Felix dari Urgella mengemukakan doktrin “Adopsianisme” yang berpandangan bahwa Kristus dalam sisi manusia-Nya sebagai seorang Anak Allah semata-mata karena adopsi. Ia berusaha mempertahankan kesatuan pribadi Kristus dengan cara menekankan kenyataan bahwa sejak masa Yesus dikandung, Anak Manusia itu disatukan dengan pribadi Anak Allah. Pengadopsian ini dimulai ketika dibaptis dan disempurnakan dalam kebangkitan-Nya.
    Catatan : Pendapat semacam ini ditolak dalam Sinode Frankfort tahun 794.
  • Abad Pertengahan hanya memberikan sedikit sumbangsih kepada doktrin pribadi Kristus. Yang paling menonjol adalah Thomas Aquinas yang berpandangan bahwa pribadi ogos menjadi komposit (gabungan) dalam inkarnasi. Yesus tidak memiliki 2 pribadi melainkan 1 pribadi. Dalam 1 pribadi itu terdapat 2 tabiat, ilahi dan insani. Secara umum pandangan Aqunias ini dipegang oleh kebanyakan teolog setelah itu.
KRISTOLOGI SETELAH REFORMASI

1.Sampai abad 19

Reformasi tidak membuat perubahan besar dalam doktrin pribadi Kristus. Baik gereja Roma Katholik dan gereja-gereja Reformasi (Protestan) menerima doktrin Kristus sebagaimana dikemukakan dalam konsili Chalcedon. Perbedaan-perbedaan antara kedua gereja ini terletak pada masalah lain.

Luther dan teolog-teolog Lutheran

Doktrin Luther akan kehadiran fisik Kristus dalam Perjamuan Kudus mengatakan bahwa setiap natur Kristus mengalirkan natur yang lain dan kemanusiaan-Nya mengambil bagian dalam dalam atribut-atribut ilahi-Nya. Mereka berpegang bahwa sifat mahakuasa, mahatahu dan mahahadir diberikan pada natur manusia pada saat inkarnasi. Doktrin semacam ini mengakibatkan perbedaan pendapat di antara teolog Lutheran :
  • Sebagian berpendapat bahwa Kristus menyingkirkan sifat-sifat ilahi-Nya yang Ia terima pada saat inkarnasi, atau hanya memakai sifat-sifat itu pada waktu tertentu.
  • Sebagian yang lain berpendapat bahwa Ia tetap memiliki sifat-sifat itu sepanjang masa kehidupan-Nya di dunia, akan tetapi hanya memakainya secara diam-diam.
    Catatan : Sebagian teolog Lutheran cenderung untuk menyingkirkan doktrin ini.
Calvin dan teolog-teolog Reformed

Teolog-teolog Reformed melihat adanya pendapat Eutychianisme atau campuran kedua natur Kristus dalam doktrin Lutheran. Teolog Reformed mengajarkan bahwa setelah inkarnasi, segala sifat dan karakteristik dari kedua natur dapat ditunjukkan pada satu pribadi Kristus. Pribadi Kristus dapat disebut mahatahu, akan tetapi juga memiliki pengetahuan yang terbatas; dapat dianggap sebagai mahahadir, tetapi juga terbatas pada suatu waktu tertentu dalam sebuah tempat.

Pengakuan Helvetic II Pasal XI : “Kami mengakui bahwa di dalam Yesus yang satu dan yang sama, Tuhan kita memiliki dua natur, ilahi dan manusiawi; dan kami berkata bahwa keduanya saling berhubungan atau disatukan, sehingga keduanya tidak saling bercampur, saling membaur, tetapi terikat dan dipersatukan dalam satu pribadi (masing-masing sifat dan ciri khas dari tiap natur itu tetap aman dan tetap ada), sehingga sesungguhnya kita menyembha satu Kristus Tuhan kita, dan bukan dua….Jadi kita tidak berpendapat atau mengajarkan bahwa natur ilahi Kristus mengalami penderitaan, atau bahwa Kristus menurut natur manusiawi-Nya sekalipun ada di dunia juga ada di segala tempat.

John Calvin : “karena bahkan ketika Firman dalam hakikat-Nya yan terbatas, bersatu dengan hakikat manusia dalam satu pribadi, kami tidak membayangkan bahwa Ia dibatasi di dalamnya. Ini adalah sesuatu yang menakjubkan. Anak Allah turun dari surga dengan cara sedemikian rupa, sehingga tanpa meninggalkan surga. Ia mau dikandung dalam kandungan perawan, berjalan-jalan di bumi dan tergantung di kayu salib, tetapi Ia secara terus menerus memenuhi alam semesta seperti yang Ia sudah lakukan sejak semula.” (Institutes of Christian Religion, Book.II, Chapter XIII, No.4).

Catatan : Pandangan semacam inilah yang banyak dipegang para teolog Injili sampai masa kini.

2.Di abad 19

Pada awal abad 19 terjadi perubahan besar dalam studi tentang Kristus yang dikenal dengan “Masa Kristologi Kedua” yang dipelopori oleh Friedrich Schleiermacher. Pada masa ini Kristologi telah berubah dari sifat teosentrisnya (berpusat pada Allah) menjadi sifat antroposentris (berpusat pada manusia) karena anggapan bahwa hal yang lebih baik dapat dicapai dengan cara memulainya lebih dekat dengan manusia, yaitu dengan cara mempelajari Yesus yang historis atau yang lebih dikenal dengan istilah “Yesus Historis” atau “”Yesus Sejarah”. Sudut pandang semacam ini mengakibatkan hancurnya iman gereja.
Teologi ini menolak semua kata Alkitab dengan berkata : “Itu kan kata Alkitab” .  Didukung oleh semangat rasionalisme, gerakan ini akhirnya meragukan nilai “Yesus Sejarah” yang disebut Alkitab. Gerakan inilah yang memunculkan teologi Liberal dengan “Kritik Historis”nya  atas Alkitab. Tokoh-tokohnya yang terkenal selain Schleiermacher adalah Strauss, Albert Schweitzer, dan Rudolf Bultman yang terkenal dengan ‘demitologisasi’nya pada pertengahan abad 20.

Seorang murid Bultman yang bernama Ernst Kasemann merintis penyelidikan baru yang memuncak dalam apa yang terkenal di Amerika Serikat sebagai “Jesus Seminar”. (1985) yang diliput media massa, koran-koran, majalah dan TV sehingga dalam waktu singkat menjadi terkenal di seluruh Amerika dan menggemparkan sama seperti Midwest Today edisi Maret 1994 yang mengatakan :
“Ketika 77 ahli Alkitab menuntut bahwa 80% dari yang dianggap ucapan yesus dalam Alkitab sebenarnya tidak diucapkan Yesus, kepanikan menyebar”
Majalah Time edisi 8 April 1996 di bawah judul “The Gospel Truth” mengatakan :
“Yesus Seminar yang provokatif mengemukakan bahwa tidak banyak bagian PB dapat dipercaya. Bila demikian, apa yang dipercaya orang Kristen?”
Banyak teolog demikian yang menyebutkan Yesus sebagai pemimpin dan pemberontak Yahudi yang gagal :
  • H.S. Reimarus : Yesus adalah tokoh harapan eskatologis, mujizatnya harus dijelaskan sebagai gejala alam, ia mati dalam kegagalan dan mayatnya dicuri oleh murid-muridnya.
  • J.E. Renan : Kehidupan yesus adalah sebagai manusia biasa, yang mengajarkan ‘kasih’, mengumpulkan pengikut, bentrok dengan para Rabi Yahudi dan kemudian memberontak dan mati syahid.
  • Alberth Schweitzer : Sebenarnya eskatologisme Yesus ditujukan pada kedatangan Kerajaan Allah yang karena tidak datang-datang juga, akhirnya ia menjadikan dirinya sendiri menjadi tokoh eskatologi dan ini harus dibayar dengan nyawanya. Yesus mati dalam kegagalan.
    F.C. Baur : Sejarah PB sebagai pertentangan kelompok Petrus sebagaia partai Kristen Yahudi dan kelompok partai moderat pimpinan Paulus.
  • John Dominic Crossan : Yesus adalah pengajar, pengelana yang mengumpulkan murid-murid dan mencoba melakukan pembaharuan sosial. Yesus kemudian mati disalib dan mayatnya dimakan anjing.
  • Barbara Thiering : Yesus menikah dengan Maria Magdalena kemudian mempunyai 3 anak, cerai dan kawin lagi”
Beberapa kesimpulan “Jesus Seminar” adalah :
  • Yesus tidak pernah menuntut dirinya sebagai Mesias dan tidak bernubuat tentang akhir zaman.
  • Yesus mungkin makan bersama murid-muridnya dalam perjamuan malam, tetapi ucapan Yesus pada malam itu kemungkinan rekaan para murid.
  • Doa “Bapa Kami” kemungkinan disusun oleh pengikut Yesus setelah kematiannya.
Bagaimana di Indonesia?
Masalah soal “Yesus Sejarah” juag sudah masuk ke Indonesia. Di bulan Desember 1995, STT Jakarta yang bercorak Ekmenis menggelar seminar yang mengangkat tema ini, dan majalah Kairos sejak edisi juni 1996 setiap bulannya secara resmi memuat artikel mengenai “Yesus Sejarah” yang ditulis oleh Ioanes Rachmat, seorang dosen STT Jakarta. Ioanes Rachmat juga menerjemahkan buku “Menggali Ulang Yesus Sejarah” karangan A. Roy Eckardt yang diterbitkan BPK. Gunung Mulia (1996).
Berbeda dengan di Amerika Serikat dan Inggris di mana tanggapan dari Sekolah Teologia dan gereja cukup banyak, di Indonesia tanggapan demikian belum nampak bahkan oleh kalangan Injili, Pentakosta dan Kharismatik padahal golongan-golongan inilah yang paling gigih dalam membela Alkitab. Paham “Jesus Sejarah” dan “Kritik Historis” semacam ini bertumbuh subur dalam sekolah-sekolah teologia liberal seperti STT Jakarta, UKDW, UKSW maupun UKAW yang merupakan ‘pabrik’ pendeta GMIT.

RINGKASAN PANDANGAN YANG SALAH TENTANG PRIBADI KRISTUS
Dari sejarah perkembangan doktrin Kristologi pada masa lalu, maka kita dapat melihat beberapa kesalahan dari beberapa pandangan, yakni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mari berikan balasan yang membangun....
GBU